(Luk. 1:46-50)
”Lalu kata Maria, ’Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya. Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.’”
Demikianlah tanggapan Maria ketika mendengar bagaimana Elisabet menyebutnya sebagai Bunda Tuhan. Pernyataan Elisabet jelas Maria bukan gadis biasa dan itu pasti meneguhkan Maria. Bukankah mereka tak berkomunikasi selama ini? Dari manakah Elisabet mengetahui panggilan Maria sebagai Bunda Tuhan. Karena itu, Maria menyambutnya dengan kalimat ”Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku”
Maria memuliakan Tuhan. Menurut Stefan Leks, itu memuji keagungan Allah yang menjadi sumber berkat baginya. Manusia tidak dapat menambahkan keagungan Allah, tetapi dapat menyadari dan menyatakannya. Dan itulah yang dilakukan Maria.
Masih menurut Stefan Leks, Maria menyadari bahwa Allah itu mulia bukan dalam pemahaman ”tuan yang merendahkan manusia”, melainkan Tuhan yang mengerahkan kuasanya demi menyelamatkan manusia. Allah dalam pemandangan Maria adalah Pribadi yang memperhatikan kerendahan hamba-Nya.
Dan memang hanya orang-orang rendahlah yang mungkin ditinggikan. Kalau sudah tinggi atau merasa tinggi apakah memang masih perlu ditinggikan. Maria memandang dirinya sebagaimana kebanyakan orang pada zaman itu yang miskin dan rendah, yang karena itu hanya mengandalkan Allah saja.
Dan Pujian Maria bisa juga kita pahami sebagai panggilan untuk hanya mengandalkan Allah saja.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional