(Luk. 1:38)
”Kata Maria, ’Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.’ Lalu malaikat itu meninggalkan dia.”
Jawaban Maria sesungguhnya sederhana saja. Maria menganggap dirinya hamba Tuhan, sehingga pasrah bongkokan. Inilah kepatuhan sukarela, rendah hati, sekaligus mulia. Maria menggunakan kehendak bebasnya untuk mengambil keputusan mulia itu.
Maria menjadi Bunda Allah karena setuju. Para Bapa Gereja mengatakan bahwa Maria menjadi hamil melalui telinganya, artinya dengan mendengarkan. Berkat kepatuhannya, Sabda masuk ke dalam Maria dan menjadi subur dalam dia. Mengapa Maria setuju?
Pertama, Maria sadar siapa dirinya. Dia hamba. Dan hamba selalu menaati perintah tuannya. Kesadaran status hamba inilah yang membuat Maria mau mengatakan ”ya” kepada perintah tersebut. Dan, Yesus Orang Nazaret, Sang Anak, dalam pengajaran-Nya seakan menyuarakan kembali kalimat Sang Bunda: ” Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.” (Luk. 17:10).
Kesadaran status inilah yang membuat Maria, ini yang kedua, mau berkurban. Kamus Besar Bahasa Indonesia membedakan antara korban dan kurban. Korban berarti orang, binatang, dsb yg menjadi menderita (mati dsb) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dsb. Sedangkan kurban berarti segala sesuatu untuk Allah. Maria sedang berkurban, dan bukan berkorban, karena dia melakukan segala sesuatunya untuk Allah. Lagi pula, masak manusia berkorban buat Tuhan, yang ada mah Tuhan yang berkorban buat manusia.
Ketiga, pemahaman status diri sebagai hamba membuat Maria ingin memuliakan Allah. Ketika kita menaati Allah sejatinya kita tengah memuliakan Dia. Tidak memuliakan Dia, itu berarti kita sedang memuliakan diri sendiri. Dan sejatinya, kita perlu belajar pula untuk memuliakan Dia, entah di keluarga, sekolah, kantor, masyarakat. Pertanyaannya ialah siapakah yang dimuliakan?
Keempat, bisa jadi Maria terharu. Bagaimanapun Allah dengan begitu rendah hati memintanya menjadi sarana penyelamatan atas dunia. Nah, kalau Allah sudah begitu rendah hati memohon kepadanya, masak ditolak?
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional