(Luk. 5:33-35)
”Orang-orang berkata kepada Yesus, ’Pengikut Yohanes dan pengikut orang Farisi sering berpuasa dan berdoa. Tetapi pengikut-pengikut-Mu makan dan minum.’ Yesus menjawab, “Apakah kalian dapat menyuruh tamu-tamu berpuasa di pesta kawin, selama pengantin laki-laki masih bersama-sama mereka? Tentu tidak! Tetapi akan tiba saatnya pengantin laki-laki itu diambil dari mereka. Pada waktu itulah mereka akan berpuasa.’”
Orang banyak tampaknya heran melihat gaya Yesus Orang Nazaret sebagai guru. Khususnya berkait dengan hal-hal praktis yang bisa dilihat. Mereka bisa jadi bingung mengapa Yesus tidak menampilkan diri sebagai sosok asketis, sebagaimana Yohanes dan Ahli Taurat. Bahkan Sang Guru memang sering menerima undangan perjamuan.
Pada titik ini tampaknya Yesus berupaya untuk mendudukkan persoalan pada tempatnya. Pada waktu-waktu tertentu orang Yahudi berpuasa untuk menunjukkan kasih mereka kepada Allah atau menyesali dosa-dosa mereka. Jelaslah bahwa puasa bukanlah aturan tanpa alasan atau latar belakang. Alasannya adalah untuk menunjukkan kasih kepada Allah atau menyesali dosa. Jadi bukan untuk mendapatkan pahala atau sesuatu dari Allah.
Ketika berbicara soal pesta kawin, jelaslah bahwa Yesus tidak meniadakan puasa, tetapi ingin para murid-Nya sungguh-sungguh melakukannya pada waktu yang tepat dan sungguh untuk memuliakan Allah. Allahlah yang utama. Sehingga puasa memang bukan ajang pamer kesalehan; apalagi memaksa Allah untuk melakukan sesuatu bagi kita.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional