”Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! Sebab kasih-Nya hebat atas kita, dan kesetiaan TUHAN untuk selama-lamanya. Haleluya!” Demikianlah Mazmur 117—mazmur terpendek dalam Kitab Mazmur.
Meski pendek, penyair tampaknya memperlihatkan hakikat sebuah mazmur. Pertama, dia mengajak segala bangsa, termasuk suku bangsa, untuk memuliakan Allah. Mengapa? Sebab layaklah bagi segala suku bangsa untuk memuji Allah.
Jelaslah, penyair tak hendak memuji Allah sendirian, dia mengajak segala bangsa memuji Allah. Mazmur yang baik memang demikian. Tak hanya membuat pemazmur memegahkan Allah, tetapi juga mendorong orang lain melakukan hal yang sama. Mazmur yang baik tak hanya berkait dengan hubungan vertikal—Allah dan manusia; tetapi juga horisontal—manusia dan manusia.
Pada titik ini panggilan utama sebuah paduan suara atau kelompok vokal di gereja adalah mendorong warga jemaat turut memuliakan Allah. Jangan sampai warga jemaat hanya terpesona dengan kemerduan suara. Keberhasilan paduan suara atau kelompok vokal adalah ketika warga jemaat tergerak memuji Allah meski dalam hati.
Kedua, penyair menekankan hebatnya kasih Allah dan ajeknya kesetiaan Allah. Percaya bahwa kesetiaan Allah untuk selama-lamanya merupakan persoalan iman. Dan iman macam begini sungguh modal utama kala pandemi.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Alora Griffiths