Dalam Mazmur 134, penyair berseru: ”Mari, pujilah TUHAN, hai semua hamba TUHAN, yang datang melayani di rumah TUHAN pada waktu malam. Angkatlah tanganmu ke tempat kudus dan pujilah TUHAN! Kiranya TUHAN yang menjadikan langit dan bumi, memberkati engkau dari Sion.”
Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Mari, pujilah TUHAN, hai semua hamba TUHAN, semua yang berbakti di Rumah-Nya pada waktu malam.” Dalam nyanyian ziarah ini jelaslah bahwa rumah Allah tak pernah sepi dari orang yang berbakti kepada Allah. Dan dalam dunia kuno orang biasanya mengangkat tangan sewaktu berdoa kepada dewa yang di atas. Ibadah atau doa malam menjadi kegiatan yang tepat sekaligus indah untuk menutup hari.
Dalam bukunya Hidup Bersama, Dietrich Bonhoeffer, mengingatkan pembacanya: ”Kapan kita dapat lebih merasakan kuasa dan karya Allah ketimbang pada jam di mana tangan kita tidak bekerja dan kita menyerahkan diri kita kepada Tuhan? Kapan kita lebih siap untuk berdoa minta berkat, ketenteraman, dan pemeliharaan daripada waktu kegiatan kita sendiri berhenti? Ketika kita menjadi letih lesu, Allah melakukan pekerjaan.”
Masih menurut Bonhoeffer, doa malam menjadi sarana yang indah untuk secara khusus memohonkan pengampunan atas setiap kesalahan yang dilakukan kepada Allah dan sesama, juga kesediaan untuk memaafkan kesalahan yang dilalukan orang kepada kita. Pada titik ini menggemalah nasihat Paulus dalam Efesus 4:26: ”Janganlah matahari terbenam, sebelum padam kemarahanmu.” Hanya dengan cara beginilah kita dapat pergi tidur dengan tenang.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa