(Ayb. 19:13-20)
”Saudara-saudaraku dijauhkan-Nya dari padaku, dan kenalan-kenalanku tidak lagi mengenal aku. Kaum kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku” (Ayb. 19:13-14). Saudara-saudara Ayub menghindari Ayub, juga kenalan-kenalannya. Dan Ayub merasa Allah adalah dalang semuanya itu.
Bisa saja kita menganggap Ayub sudah kebangetan. Namun, janganlah kita lupa bagaimana hubungan Ayub dengan Allah. Allah sendiri memuji dan memberikan jempol buat Ayub. Dua kali Allah berkata kepada Iblis, ”Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” (Ayb. 1:8; 2:3). Hubungan Allah dan Ayub begitu dekat. Sehingga, kita boleh menyimpulkan perkataan Ayub ini juga sebagai curhat kepada Allah.
Mungkin kita menganggap Ayub terlalu berani berkata-kata, tetapi kita juga bisa menilainya sebagai suatu bentuk kejujuran. Dalam hal ini Ayub jujur. Lagi pula Ayub sungguh percaya bahwa Allah sungguh mahakuasa, tak ada sesuatu terjadi di luar izin-Nya. Sehingga Ayub pun berkesimpulan bahwa Allah telah menjauhkan dia dari semua kerabat, juga sahabat.
Tak hanya itu. Ayub bicara soal budak yang tak menghargainya, istri yang jijik melihat penyakitnya, juga kanak-kanak yang menghinanya. Kita—pembaca abad XXI—tentu saja tidak tahu apakah semua itu benar-benar terjadi. Namun, kita bisa meyakini bahwa semua ini merupakan curhat Ayub kepada Allahnya. Curhat seorang hamba yang merasa ditinggalkan tuan, yang sungguh dikasihinya.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional