(Ayb. 10:8-17)
”Tangan-Mulah yang membentuk dan membuat aku, tetapi kemudian Engkau berpaling dan hendak membinasakan aku? Ingatlah, bahwa Engkau yang membuat aku dari tanah liat, tetapi Engkau hendak menjadikan aku debu kembali?” (Ayb. 10:8-9).
Demikianlah ungkapan ketidakmengertian Ayub. Dia tahu Allah telah menciptakannya, hanya persoalannya mengapa Allah tampaknya ingin menghancurkannya. Lalu apa artinya manusia yang telah diciptakan, malah dihancurkan. Ya apa artinya diciptakan kalau hanya untuk dihancurkan. Bukankah itu sia-sia namanya.
Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Aku ini dibentuk oleh tangan-Mu, masakan kini hendak Kaubinasakan aku? Ingatlah bahwa dari tanah liat Kauciptakan aku! Masakan Kaubuat aku kembali menjadi debu?” Bukankah absurd namanya?
Tentu masuk akal jika orang tersebut memang golongan orang fasik. Wajarlah jika Allah marah dan hendak membinasakan orang jahat. Namun, Ayub merasa tak ada kesalahan apa pun yang diperbuatnya. Sehingga apa yang dikatakan Ayub sebenarnya ekspresi kebingungan, juga kekecewaan, terhadap tindakan Allah.
Ayub menyatakan pada ayat 15: ”Kalau aku bersalah, celakalah aku! dan kalau aku benar, aku takkan berani mengangkat kepalaku, karena kenyang dengan penghinaan, dan karena melihat sengsaraku.” Ayub tahu, jika dia salah maka dia harus menerima hukuman; namun dia benar pun Ayub tak berani tengadah karena ternyata Allah tetap menghukumnya.
Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini dinyatakan: ”Jikalau aku berbuat dosa, maka nasibku sungguh celaka! Tapi jika perbuatanku tak tercela, tetaplah aku dianggap berbuat dosa! Tak berani aku mengangkat kepala, sebab merasa sedih dan terhina.” Kalau memang demikian, mengapa manusia harus menjadi pribadi yang baik?
Bahkan Ayub menegaskan pada ayat 17: ”Selalu Kauajukan saksi melawan aku; dan semakin besarlah murka-Mu kepadaku. Kaukerahkan pasukan-pasukan baru untuk menyerang dan memerangi aku.” Jelaslah, Ayub merasa semua yang dilakukan sia-sia di mata Allah—bertindak jahat, dihukum; bertindak baik pun, masih juga dihukum. Inilah yang tak dipahami Ayub.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional