Posted on Tinggalkan komentar

Dari Sesamaku ke Sesamanya

(Luk. 10:29-37)

Siapakahkah Sesamaku Manusia? Demikianlah pertanyaan sang ahli Taurat. Dia bertanya karena ingin membenarkan dirinya. Padahal, semestinya dia tahu pasti jawabannya. Ketika dia berkata, ”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”; sesungguhnya dia tahu bahwa itu berarti manusia harus mengasihi orang lain dengan cara yang sama sebagaimana mengasihi diri sendiri.
Akan tetapi, ahli Taurat itu merasa perlu bertanya, ”Siapakah sesamaku manusia?” Yesus pun akhirnya mengisahkan ”Orang Samaria yang Murah Hati”.

Dengan bercerita mengenai orang Samaria yang baik hati itu Yesus menuntun ahli Taurat tadi sampai pada kebenaran. Ahli Taurat itu mau tahu siapa sesama manusia dan perumpamaan itu pasti membuat dia mengira bahwa Yesus mau mengatakan bahwa sesama manusia ialah orang malang yang tak ditolong oleh kaumnya sendiri itu.
Namun, itu tidak dilakukan Yesus. Pada akhir cerita itu (ay. 36) Sang Guru tidak bertanya, ”Siapakah sesamaku manusia dari kisah tadi?” Namun, Guru dari Nazaret itu bertanya, ”Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jadi, pertanyaannya bukanlah siapakah sesamaku, tetapi siapakah sesama dari orang malang itu? Tak bisa lagi dielakkan, sesama manusia bagi orang malang itu ialah orang Samaria tadi.

Pertanyaan ”siapakah sesamaku” menggiring orang mencari orang-orang yang sama dengan dirinya. Sesama bisa diartikan segolongan, sesuku, seagama, seprofesi. Dengan kata lain, kitalah yang menjadi subjek yang menentukan dari pertanyaan tadi.

Sedangkan, pertanyaan ”siapakah sesamanya?” akan menolong orang untuk menjadikan orang yang malang itu sebagai subjek. Dan kita hanya perlu memeriksa diri apakah kita mau menjadi sesama dia atau tidak. Sekali lagi, titik pijaknya adalah orang yang ditimpa kemalangan itu.

Dan Sang Guru agaknya juga mengajak kita—orang percaya abad ke-21—untuk mengubah pertanyaan dari ”siapakah sesamaku” ke ”siapakah sesamanya”.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *