(Ayb. 39:16-21)
”Dengan riang sayap burung unta berkepak-kepak, tetapi apakah kepak dan bulu itu menaruh kasih sayang? Sebab telurnya ditinggalkannya di tanah, dan dibiarkannya menjadi panas di dalam pasir, tetapi lupa, bahwa telur itu dapat terpijak kaki, dan diinjak-injak oleh binatang-binatang liar. Ia memperlakukan anak-anaknya dengan keras seolah-olah bukan anaknya sendiri; ia tidak peduli, kalau jerih payahnya sia-sia, karena Allah tidak memberikannya hikmat, dan tidak membagikan pengertian kepadanya. Apabila ia dengan megah mengepakkan sayapnya, maka ia menertawakan kuda dan penunggangnya.”
Allah menegaskan bahwa hanya Dialah yang memberikan hikmat kepada ciptaan-Nya. Burung unta dijadikan contoh karena tampaknya dia tidak punya rasa kasihan kepada anak-anaknya. Setelah bertelur di atas pasir, ia lalu meninggalkan telur tersebut. Tak ada lagi hubungan antara dia dan anak-anaknya. Dibiarkannya telur itu menetas sendiri. Dan anak-anaknya pun dibiarkan tumbuh dan mencari makan sendiri. Dengan demikian, jelaslah bahwa hikmat, juga rasa sayang, sebenarnya anugerah Allah semata.
Mengapa burung unta berperilaku demikian? Jawab ringkasnya karena memang demikianlah sifat burung unta. Kalau terkesan bahwa dia tak peduli dengan anak-anaknya, ya karena Allah mencipta burung unta seperti itu.
Namun, bukan berarti tanpa kekuatan. Dalam keluarga burung, burung unta merupakan yang terbesar, beratnya bisa mencapai 320 kg dan tingginya mencapai 2,5 m. Yang tidak boleh dilupakan, ia juga termasuk pelari cepat dan mampu mencapai kecepatan 50 km/jam. Dan kemampuan ini pun sejatinya juga merupakan pemberian Allah.
Kita pun juga punya baik kelemahan maupun kekuatan. Jangan terfokus pada kelemahan, itu hanya akan membuat kita frustrasi. Sebaliknya, fokuslah pada kekuatan! Dan, tentu saja, bukan tanpa maksud Allah memberi kita kekuatan itu.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional