Posted on Tinggalkan komentar

Bukan Ajang Pembuktian

(Lukas 4:23-28)

”Kemudian berkatalah Ia kepada mereka, ’Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!’ Kata-Nya lagi, ’Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya” (Luk. 4:24-28).

Demikianlah tanggapan Sang Guru, ketika orang-orang Nazaret mulai mempertanyakan latar belakang diri-Nya. Bisa jadi orang Nazaret juga heran dengan kenyataan tidak adanya demonstrasi penyembuhan. Mereka mungkin juga bingung dan bertanya-tanya mengapa Yesus tidak melakukan satu mukjizat pun. Dengan kata lain, jika Yesus melakukan penyembuhan di banyak tempat, masak Dia tidak mau mengadakan mukjizat di kota masa kecil-Nya?

Mungkin saja mereka ingin Yesus membuktikan diri-Nya sebagai orang yang sanggup membuat mukjizat. Selama ini mereka hanya mendengar kehebatan Yesus, dan sekarang mereka ingin menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Mereka ingin bukti! Dan untuk semua alasan itu, Yesus punya satu jawaban: tidak.

Pada titik ini Yesus tidak tergoda untuk membuktikan diri di hadapan teman-teman sepermainan-Nya. Yesus tidak tergoda untuk membuktikan kehebatan-Nya di hadapan orang-orang yang pernah mengenal-Nya. Bahkan, Yesus siap jika orang-orang Nazaret itu menyebut-Nya kacang lupa kulit.

Di sini Yesus tidak melakukan sesuatu seturut kata orang. Yesus merupakan pribadi merdeka. Namun, itu tidak berarti bersikap dan bertindak sesukanya. Bagaimanapun, Yesus merupakan pribadi yang taat kepada Bapa-Nya.

Kalau Yesus melakukan mukjizat, hal itu bukan untuk memuaskan keinginan orang, melainkan agar makin banyak orang mengenal dan memuliakan Allah. Jika kita perhatikan semua mukjizat Yesus, di akhir kisah mukjizat itu senantiasa ada, setidaknya satu orang, yang bersyukur kepada Allah. Jadi, semua mukjizat itu dilakukan Yesus bukan buat pamer. Bukan untuk mendapatkan tepuk tangan. Tetapi, sekali lagi agar semakin banyak orang mengenal dan memuliakan Allah. Dalam pengertian ini, Yesus memang tidak sembarangan membuat mukjizat.

Yesus bersikap merdeka. Dia hanya melakukan apa yang Allah kehendaki, dan bukan apa yang dikehendaki orang lain. Orang kadang sering menuntut ini dan itu. Sekali lagi, Yesus lebih mendengarkan perkataan Allah ketimbang perkataan manusia.

Dan karena sikap itulah, Yesus ditolak.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *