Posted on Tinggalkan komentar

Berilah Telinga

(Ayb. 37:1-24)

”Berilah telinga kepada semuanya itu, hai Ayub, diamlah, dan perhatikanlah keajaiban-keajaiban Allah. Tahukah engkau, bagaimana Allah memberi tugas kepadanya, dan menyinarkan cahaya dari awan-Nya? Tahukah engkau tentang melayangnya awan-awan, tentang keajaiban-keajaiban dari Yang Mahatahu, hai engkau, yang pakaiannya menjadi panas, jika bumi terdiam karena panasnya angin selatan? Dapatkah engkau seperti Dia menyusun awan menjadi cakrawala, keras seperti cermin tuangan?” (Ayb. 37:14-18).

Setelah memaparkan tentang kemuliaan Allah dalam alam semesta, Elihu mendorong Ayub untuk memikirkan, sekaligus merenungkan, paparannya. Dalam Alkitab BIMK tertera: ”Diamlah sebentar, hai Ayub, dan dengarkanlah; perhatikanlah keajaiban-keajaiban Allah.”

Ajakan Elihu ini logis. Berdiam diri akan membuat kita lebih jelas mendengarkan suara. Tentu saja, kala mulut diam pun, hati dan pikiran penuh dengan suara yang berasal dari diri kita sendiri. Namun, kita bisa memilah mana suara diri dan mana yang bukan suara diri. Saat kita mencoba menenangkan batin, maka akan ada suara alam, suara Allah, dan suara Allah dalam alam. Yang akhirnya membuat kita memahami hakikat kita di hadapan Allah.

Dalam ayat 23-24 Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini Elihu menegaskan: ”Sungguh besar kuasa Allah kita; tak sanggup kita menghampiri-Nya, Ia jujur dan adil senantiasa; tak pernah Ia menindas manusia. Itulah sebabnya Ia patut dihormati oleh siapa saja, dan orang yang mengaku arif, tak dihiraukan-Nya.”

Pada bagian akhir, tampaknya Elihu menyindir Ayub bahwa orang yang mengaku arif tidak akan dihiraukan Allah. Dan dengan kalimat itu pun Elihu menutup pembicaraannya.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *