(Ayb. 38:1)
”Maka dari dalam badai TUHAN menjawab Ayub”
Bangunan Kitab Ayub menarik diperhatikan. Setelah ucapan-ucapan Elihu yang bisa jadi menggetarkan hati, laki-laki dari tanah Us itu agaknya tak lagi punya hasrat untuk membalas. Dia diam saja. Dan ketika diam itulah Allah berfirman.
Mungkin apa yang dikatakan Elihu tak benar seluruhnya, namun toh ada pula kebenaran di dalamnya. Memahami bahwa ada sesuatu yang benar—meski mungkin tak banyak—agaknya membuat Ayub mengambil sikap diam untuk merenungkannya. Sikap macam begini biasanya membuat manusia mampu berpikir seimbang. Dan akhirnya mampu memetik hikmat dari dalam perenungan itu.
Diam bukanlah tindakan mudah. Manusia cenderung untuk bergerak. Mungkin itu jugalah yang membuat manusia Indonesia suka menggunakan frasa ”tidak bergeming” meski yang dimaksudkan adalah ”diam”. Padahal arti ”bergeming” adalah diam. Sehingga menjadi salah kaprah.
Sekali lagi, tak banyak orang yang suka diam—berhenti bicara. Padahal, sebagaimana dalam kisah Ayub, diam membuat Ayub bisa mendengarkan suara Allah. Atau, bisa jadi pada saat diam, Ayub sedang menantikan Allah berbicara.
Dengan kata lain, ketika kita diam kita sedang menantikan sabda Allah. Sewaktu kita diam, kita sedang menunggu Allah bertindak. Ya, diam adalah undangan bagi Allah untuk berkarya.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional