(Ams. 6:6-11)
”Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen. Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? ’Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring’—maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata.”
Dalam Alkitab TB-2, kata ”pemalas” digunakan 16 kali, dua di antaranya dipakai Firaun dalam menilai Israel sewaktu menjadi budak; sisanya terdapat dalam Kitab Amsal.
Sejatinya rasa malas memang bisa menimpa semua orang. ”Mager” kata generasi digital. Menariknya, ”mager” sudah masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diartikan sebagai: ”malas (ber)gerak; enggan atau sedang tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas”. Penulis Kitab Amsal pun merasa perlu menggunakan ungkapan ”sebentar lagi” hingga tiga kali.
Berkenaan dengan sifat malas yang terus mendekam dalam diri manusia, penulis mendorong pembacanya untuk pergi dan memperhatikan kehidupan semut. Mengapa semut? Pertama, bisa jadi karena dia merupakan hewan yang paling mudah ditemui. Tak perlu keluar rumah untuk mencari semut. Letakkanlah sejumput gula di lantai, semut pun akan datang bak tamu yang diundang.
Kedua, semut mampu mengantisipasi masa depan. Tidak menunggu perintah. Mumpung panen, makanan dikumpulkan. Masa depan memang mesti disiapkan sekarang. Esok mungkin sudah terlambat!
Oleh karena itu, mari kita belajar pada semut!
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Christian L