Mazmur 127 dimulai dengan sebuah pengakuan: ”Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.”
Redaksi Lembaga Alkitab Indonesia memberi catatan bahwa mazmur ini merupakan Nyanyian Ziarah Salomo. Catatan ini menjadi penting mengingat Salomo memang bukan orang sembarangan. Mengenai dirinya, penulis Kitab 1 Raja-raja mencatat bahwa Allah berfirman: ”maka sesungguhnya Aku melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorang pun seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorang pun seperti engkau” (1Raj. 3:12).
Menarik disimak, orang yang paling berhikmat itu memahami bahwa semegah apa pun sebuah rumah, senyaman apa pun suasana rumah, seakrab apa pun para penghuni rumah, tanpa Allah, semuanya akan bermuara pada kata sia-sia. Salomo memercayai bahwa Allah adalah titik awal sebuah keluarga. Tuhanlah dasar sebuah keluarga.
Keluarga sejatinya unit terkecil dari sebuah masyarakat. Mungkin itu juga sebabnya Salomo mengaitkan antara rumah dan kota; antara keluarga dan negara. Keluarga yang baik merupakan kekuatan sebuah kota. Sekali lagi, semuanya bertumpu pada Allah sendiri.
Mudah dipahami juga bagaimana Salomo—dalam mazmur ini—kemudian bicara soal rejeki, juga keturunan. Dan kedua hal itu diakuinya sebagai anugerah Allah semata.
Pertanyaannya: itu jugakah yang kita akui?
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa