Posted on Tinggalkan komentar

Allah Yakub

Pemazmur memulai Mazmur 146 dengan seruan: ”Pujilah TUHAN! Hai jiwaku, pujilah TUHAN! Aku mau memuji TUHAN selama hidupku dan menyanyi bagi Allahku selama aku ada.” Selama hayat dikandung badan, pemazmur ingin memuliakan Allah.

Dengan tegas pula pemazmur menolak pujian kepada manusia. Jika ditelusuri, pujian kepada manusia sering bermuara pada kepentingan diri sendiri. Dan alasan logis lainnya, pemazmur menekankan pada ayat 3-4: ”Janganlah percaya kepada para bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan. Apabila nyawanya melayang, ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya.”

Ya, sehebat-hebatnya bangsawan, dia tidak dapat menyelematkan. Kalau dia mati, hari itu semua janjinya menjadi pepesan kosong. Tak ada yang terealisasi. Dan Allah beda. Dia kekal, juga mahakuasa. Sehingga semua janji-Nya pasti terpenuhi.

Selanjutnya pemazmur mengucapkan seruan bahagia: ”Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya.” Menarik disimak pemazmur menggunakan frasa ”Allah Yakub” dan bukan ”Allah Israel”.

Tampaknya ini memang disengaja. Dengan menyatakan Allah Yakub, pemazmur agaknya mengingatkan bahwa nama leluhur mereka adalah Yakub sebelum diganti oleh Allah menjadi Israel. Dalam bahasa Ibrani, bunyi untuk kata Yakub (yang berarti tumit) mirip dengan kata untuk menipu. Dan memang itulah kesimpulan Esau, kakaknya, yang pernah ditipu oleh Yakub. Dalam marahnya Esau berkata, ”Bukankah tepat namanya Yakub, karena ia telah dua kali menipu aku. Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang dirampasnya pula berkat yang untukku” (Kej. 27:36).

Nah, meski masih suka menipu—Yakub juga menipu Laban, pamannya—namun Allah tetap menggenapi janji yang pernah disampaikan kepada Yakub di Betel. Itu berarti janji Allah memang kekal, tidak tergantung pada baik atau tidaknya manusia. Yang penting adalah apakah orang itu tetap berharap belas kasihan-Nya.

Dan karena itu, baik juga kita ucapkan saat pandemi ini, ”Berbahagialah orang yang mengandalkan Allah baik kala suka, apalagi kala duka!”

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Istimewa

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *