(Luk. 16:13)
”Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Demikianlah nasihat Yesus. Mamon berasal dari bahasa Aram yang berarti harta benda. Dalam bukunya, Khotbah di Bukit, John Stott menyatakan ada saja orang yang tidak setuju dengan ucapan Yesus ini. Mereka menolak dihadapkan pada pemilihan yang begitu gamblang. Mereka mengakui bahwa itu hanyalah soal pengelolaan waktu belaka dan itu mereka buktikan dalam praktik. Mereka mengatakan bahwa mereka bisa mengabdi kepada Allah pada hari Minggu dan mengabdi pada mamon pada hari lainnya.
Namun, itu bukanlah yang dimaksud Yesus. Di sini Yesus tidak bicara soal dua majikan. McNeile pernah berkata: ”Manusia memang bisa bekerja untuk dua majikan, tetapi tidak ada satu orang hamba yang memiliki dua tuan. Sebab kemilikan tunggal dan kesiapsiagaan selama 24 jam adalah tuntutan mutlak perhambaan.”
Jadi, setiap orang yang membagi kesetiaannya antara Allah dan mamon, pada dasarnya telah memberikan keseluruh kesetiaannya kepada mamon. Sebab kepada Allah, orang hanya dapat mengabdi dengan kesetiaan yang utuh, menyeluruh, dan mantap.
Sedikit contoh, jika kita bekerja di perusahaan jasa, maka sejatinya majikan kita itu banyak, yakni pelanggan kita. Namun, kita sama-sama tahu bahwa mereka memilih kita karena di mata mereka kita dapat dipercaya. Nah, persoalannya ialah apakah kita memang sungguh-sungguh dapat dipercaya.
Kalau sudah begini, kita sungguh-sungguh tahu bahwa jika kita berfokus hanya pada keuntungan belaka, dan mulai mengurangi kualitas, maka pelanggan kita lambat laun akan pergi meninggalkan kita. Sejatinya, di tempat kerja pun pilihannya tetap apakah kita mengabdikan diri kepada Allah atau kepada mamon. Dan mengabdi kepada Allah sungguh perilaku logis.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional