Posted on Tinggalkan komentar

Allah Ada

Dalam Mazmur 14, Daud memulai syairnya dengan kenyataan: ”Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah'” (Mzm. 14:1). Entah mengapa mereka beranggapan seperti itu. Mungkin karena mereka ingin hidup serbabebas. Pengakuan akan Allah Pencipta, yang kemudian dipercaya sebagai Tuhan, meniscayakan manusia tunduk kepada-Nya. Namun, ya di sini soalnya, mereka ingin mengatur dirinya sendiri. Dan ketika kehidupan mereka aman-nyaman saja, anggapan itu akhirnya menjadi sebuah kepercayaan.

Kemungkinan kedua, bisa jadi awalnya mereka memercayai Allah, tetapi kepercayaan itu agaknya tak berbanding lurus dengan kesejahteraan hidup. Lalu, di manakah Allah? Buat apa percaya kepada Allah jika hidup malah makin susah. Sehingga mereka mengolok-olok orang yang masih tekun percaya. Bisa jadi dalam hatinya mereka mengakui bahwa Allah ada, tetapi mereka merasa Allah tak lagi peduli. Kalau Allah tidak peduli, mengapa pula mereka harus memedulikan-Nya?

Bagaimana dengan kita? Di tengah wabah Covid-19 yang tampaknya makin membelenggu, masihkah kita memercayai Allah? Mungkin kita pun jadi ikut-ikutan berpikir—bisa jadi karena bingung dan frustrasi menyaksikan wabah yang sepertinya tak terkendali—bahwa Allah ada, namun tak lagi peduli.

Jika memang demikian, saya jadi teringat puisi Uskup Camara: ”Tuhan ada di sana. Dia menyertai kita. Baik di kala suka, apalagi di kala duka.” Apa pun keberadaan kita sekarang ini, apa pun yang kita rasakan, percayalah bahwa Allah ada. Nama-Nya pun masih Imanuel—Allah menyertai kita. Percayalah!

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *