Posted on Tinggalkan komentar

Aku Tetap di Dekat-Mu

”Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya.” Demikianlah Asaf memulai Mazmur 73. Dia mengakui bahwa Allah itu baik bagi setiap orang yang mau menjaga hatinya. Namun, itu bukan perkara gampang, pada ayat selanjutnya Asaf mengakui: ”Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik.”

Mungkin inilah persoalan kita juga selaku umat Allah. Di satu sisi kita harus menjaga kekudusan diri sebagai umat Allah. Namun, di sisi lain kadang kita bingung karena orang-orang fasik tampaknya lebih menyenangkan hidupnya. Ada perasaan tak terima, mengapa Allah membiarkan orang-orang fasik melakukan kejahatannya dengan terang-terangan. Bukankah itu membuat mereka merasa benar?

Sehingga, kadang tanpa disadari kita pun mengeluh sebagaimana ayat 13-14, ”Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi.”

Namun demikian—inilah anugerah itu—nurani pemazmur terus mengoreksi dirinya. Sehingga dalam ayat 15, dia berkata, ”Seandainya aku berkata: ’Aku mau berkata-kata seperti itu,’ maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada angkatan anak-anakmu.” Pemazmur menyadari bahwa sesungguhnya dia adalah umat Allah. Dan umat Allah, ya harus hidup sebagai umat Allah.

Akhirnya, dalam ayat 21 BIMK, pemazmur berikhtiar: ”Ketika aku merasa kesal dan hatiku seperti tertusuk, aku bodoh dan tidak mengerti, aku seperti binatang di hadapan-Mu. Namun aku tetap di dekat-Mu, Engkau memegang tangan kananku. Kaubimbing aku dengan nasihat, dan Kauterima aku dengan kehormatan kelak.”

Pemazmur memahami bahwa dekat dengan Allah sejatinya merupakan modal terbesar dalam hidupnya. Allah lebih penting dibandingkan dengan yang lainnya. Dan pemahaman ini jugalah yang mesti kita terus kembangkan dalam pandemi COVID-19 ini.

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Istimewa

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *