Yang unik dari Mazmur 90 adalah catatan redaksi yang menyatakannya sebagai doa Musa. Umat Israel agaknya merasa perlu memelihara keberadaan doa ini dalam sebuah kitab. Bagaimanapun, doa Musa ini memang unik, dan karena itu menarik.
Perhatikan penggalan doanya dalam Mazmur 90:12: ”Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Dalam kecerdasan dan pengalamannya selaku manusia, Musa masih ingin belajar! Dia tidak merasa perlu berhenti belajar. Bahkan keinginan belajarnya itu dijadikan doa.
Musa sadar dia tidak mengerti makna hidup. Sehingga dia meminta Allah mengajarkannya. Musa memohon karena percaya Allahlah yang punya hidup. Karena hidup itu milik Allah, dia belajar dari Allah sendiri. Musa tidak mengklaim dirinya sebagai mahatahu. Dia memosisikan diri sebagai murid yang ingin belajar. Dan dia pandai memilih guru. Dia belajar dari Sang Maha Guru, sumber hidup dan kehidupan semua makhluk.
Semuanya itu bukan tanpa tujuan. Tujuannya bukanlah pengetahuan tentang kehidupan itu sendiri. Namun, Musa ingin mendapatkan hati yang bijaksana. Pelajaran tentang hidup bukan untuk kepuasan otak, tetapi hati yang lebih bijak. Hati yang arif untuk menentukan apa boleh dan tidak boleh dilakukan manusia.
Dan semua itu hanya bisa kita dapatkan dengan cara tidak melewatkan hari begitu saja. Kita perlu melihat hari sebagai sesuatu yang berharga untuk dipelajari. Sebuah hari bukanlah sekadar nama atau sejumlah waktu, tetapi anugerah. Kita dapat belajar banyak darinya. Dengan senantiasa bertanya: apakah hikmah yang saya dapat petik hari ini sebagai modal kita dalam mengisi hari-hari mendatang.
Itu berarti kita sadar, tanpa kemarin tidak akan ada hari ini, dan tanpa hari ini tak akan ada esok. Penting bagi kita belajar dari hari ini, sebagai bekal dalam perjalanan hidup selanjutnya. Penting bagi kita belajar hari ini, agar kita mendapatkan hati yang bijaksana.
Oleh karena itu, layaklah jika di tengah pandemi COVID-19 ini kita berdoa juga: ”Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional