Posted on Tinggalkan komentar

Setenang Bayi

Dalam nyanyian ziarahnya, Mazmur 131, Daud menulis: ”TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!”

Nyanyian ziarah ini cukup pendek. Cuma tiga ayat. Namun, Daud memperlihatkan hal yang penting dari iman. Pertama, iman itu—menggunakan frasa Paulus—”tidak memegahkan diri”. Bagaimana mungkin kita memegahkan diri di hadapan Allah kalau semua memang hanya anugerah? Bangga boleh, namun tidak perlu sombong.

Dan karena itulah, kedua, iman itu sederhana. Daud tidak mencoba untuk mengejar hal-hal yang terlalu besar atau yang terlalu sulit. Kadang memang di sini persoalannya, hal beriman sering dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa adikodrati. Semakin hebat mengalami sebuah peristiwa, dianggap makin beriman.

Daud mencoba menjelaskannya dengan kehidupan seorang bayi. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Sesungguhnya, hatiku tenang dan tentram; seperti bayi yang habis menyusu, berbaring tenang di pangkuan ibunya, setenang itulah hatiku.” Bayi begitu tenang karena dia percaya bahwa ibunya akan mencukupi kebutuhannya.

Ketenangan macam beginilah yang diperlukan setiap Kristen. Dan ketenangan macam begini jugalah yang membuat kita mampu berseru seperti Daud, ”Berharaplah kepada Allah dari sekarang sampai selama-lamanya.”

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Insung Yoon

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *