Posted on Tinggalkan komentar

Mendidik Anak

Anak-anak belajar dari orang tuanya melalui pengamatan, mereka secara intuitif akan menerima perilaku orang tuanya dan mengikutinya. Kita mungkin pernah mendengar cerita orang tua kepada anaknya tentang ’orang seram’ yang akan membawa mereka pergi apabila mereka tidak mau makan. Tanpa disadari, anak-anak akan belajar bahwa berbohong diperbolehkan di dalam kekristenan.

Ajith Fernando dalam buku Aku & Seisi Rumahku: Kehidupan Keluarga Pemimpin Kristiani menuliskan bahwa etika Kristen sangat berbeda dengan etika di dunia saat ini. Apalagi pada era digital saat ini, di mana anak-anak sering berinteraksi melalui media sosial. Bisa jadi mereka akan mendapatkan pesan bahwa etika Kristen tidak praktis diterapkan dalam hidup saat ini. Di sini peran orang tua dibutuhkan untuk dapat meluruskan pesan yang keliru tersebut—dengan memberikan teladan dalam hidup mereka, yakni tetap berpegang teguh pada prinsip kristiani.

Dalam Amsal 1:8 tertulis: ”Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu.” Pada ayat tersebut kita dapat melihat peran khusus masing-masing orang tua kepada anak; di mana Ibu berperan untuk memberikan ajaran yang sistematik (bersifat aturan), sedangkan ayah lebih berperan pada penerapan kebenaran Alkitab. Namun, dalam praktiknya kedua peran ini tentunya dapat saling bertukar dan melengkapi.

Cara praktis yang dapat dilakukan orang tua untuk mengajar firman Allah kepada anak-anaknya adalah dengan bersama-sama membaca Firman—baik melalui Alkitab bergambar, komik, atau buku rohani—dan mempercakapkannya dalam waktu keluarga yang telah disepakati bersama. Misalnya pada saat makan, di mana suasana informal dan hangat untuk berdiskusi; atau dalam perjalanan—saat berkendara bersama keluarga. Mengajar firman Allah dapat juga dilakukan pada saat mereka berbaring dan bangun, ketika permulaan hari dan menjelang istirahat malam.

Dengan melakukan hal tersebut, keluarga kita dapat tertolong—dalam semua aspek kehidupan—untuk senantiasa berada dalam kuasa Allah. Jika dilakukan secara konsisten, maka hal baik ini dapat menjadi kekuatan dan identitas keluarga. Sehingga ketika anak-anak beranjak dewasa, identitas—yang mendarat jauh ke dalam hidup anak-anak—itu akan menolong mereka untuk tidak melakukan sesuatu yang melanggar prinsip firman Allah.

”Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Ams. 22:6).

Rycko Indrawan
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *