Apa yang dapat dilakukan penderitaan? Jawabnya: anugerah, belas kasihan, dan pengampunan.
Dalam buku Karunia Penderitaan: Menemukan Allah dalam Situasi Sulit dan Mencekam, Mark Yaconelli menceritakan kisah seorang istri yang mengampuni laki-laki yang menabrak suaminya hingga akhirnya meninggal. Ketika mendengar si penabrak mencoba bunuh diri karena penyesalan yang dalam, wanita itu segera mendatanginya ke penjara. Ia memeluk dan memberi penguatan. Katanya, ”Sudah cukup kematian itu. Saya ingin kamu hidup.” Dan dengan pasti ia menegaskan kepada laki-laki itu, ”Itu kecelakaan.”
Kepada setiap orang percaya, Tuhan mengaruniakan kemampuan untuk mengampuni. Untuk menjadi orang yang menyembuhkan, sekaligus disembuhkan. Kebanyakan orang menghabiskan sebagian besar energi dan perhatian untuk membiarkan kecemasan dan penyesalan, sehingga tidak mampu bersyukur di tengah kemalangannya.
Seperti dalam musibah banjir dan longsor yang baru terjadi belakangan ini. Tak sedikit orang mencari kambing hitam dari persoalan itu, menuntut, bahkan mungkin mengumpat cara pemerintah menata kota atau desa. Di lain pihak, ada yang begitu sibuk membela diri.
Banjir sudah surut, dan longsor sedang ditangani, tetapi hidup bagi sebagian masyarakat tidak sama lagi. Kita tentu tidak mengharapkan penderitaan. Akan tetapi, penderitaan sudah terjadi, dan kehadirannya membawa karunia tersendiri.
Seperti tertulis dalam 2 Korintus 12:9: ”’Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.”
Dalam penderitaan, kita dapat belajar banyak. Salah satunya, merasakan mata air belas kasihan yang bersumber dari Kristus sendiri! Percayalah!
Ririn Sihotang
Literatur Perkantas Nasional