”Berapa lama lagi Engkau membiarkan kami dalam kebimbangan? Jikalau
Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.” (Yoh. 10:24).
Demikianlah kegalauan orang Yahudi berkait Yesus Orang Nazaret. Mukjizat-mukjizat-Nya membuat mereka bertanya-tanya: ”Siapakah Dia sebenarnya?”
Mereka ingin Yesus bicara, tetapi Anak Daud itu tidak menggubrisnya. Bagi Yesus, apa yang dilakukan-Nya sudah jelas. Yesus ingin orang menilai diri-Nya berdasarkan apa yang dilakukan-Nya. Berkait kemesiasan-Nya, Yesus merasa tidak perlu bicara banyak.
Sang Guru menegaskan: ”Pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku…” (Yoh. 10:25).
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam nama Bapa itulah yang memberi kesaksian tentang diri-Nya. Pada titik ini kita perlu belajar dari Sang Guru. Apa yang kita lakukan dalam nama Tuhan itu cukup dan tak perlu masang iklan. Bahkan, tak perlu membumbui apa yang telah kita lakukan.
Kebanyakan bumbu akan membuat masakan tak lagi enak disantap. Berkait karya, kata-kata mungkin malah melemahkan karya kita. Sebaik apa pun karya, baiklah kita belajar dari Sang Guru yang merasa tidak perlu beriklan. Iklan, bagaimanapun baiknya, mungkin malah akan membuat diri terkesan sombong.
Sekali lagi, Yesus tidak perlu beriklan. Bagi Dia, karyalah yang utama. Yesus—Firman yang menjadi manusia itu—senantiasa bertumpu pada karya. Karya Yesus merupakan penjabaran praktis dari kata-kata-Nya. Yesus adalah pribadi yang walk the talk. Melakukan apa yang dikatakan. Dan setelah melakukan, Yesus tidak perlu lagi beriklan.
Selamat bekerja,
Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional