Ketika seseorang bertanya kepada Dietrich Bonhoeffer, ”Siapakah Anda?”; Teolog Jerman yang mati pada tiang gantungan dalam pemerintahan Nazi menjawab, ”Saya adalah milik-Mu, ya Tuhan!”
Kita tentu mengamini jawaban macam begini. Namun—ini yang perlu sungguh-sungguh kita simak sekarang—apa artinya ungkapan ”milik Tuhan”?
Menjadi milik Allah berarti siap menjadi saluran berkat. Menjadi milik Allah berarti siap berkarya di mana pun Tuhan menempatkan kita. Sebab, di mana pun kita berada, frasa ”milik Allah” erat melekat dalam diri kita masing-masing.
Itu jugalah yang dinyatakan Dietrich Bonhoeffer dalam bukunya Hidup Bersama (terbitan Literatur Perkantas): ”Gereja baru menjadi gereja yang benar kalau dia hadir untuk orang lain. Untuk dapat melakukan hal itu, Gereja harus memberikan segala yang dia miliki kepada mereka yang berkekurangan.”
Bonhoeffer mengecam gereja yang hanya memperjuangkan keselamatan dirinya sendiri. Pada masa itu, gereja-gereja di Jerman malah mendukung apa yang dilakukan Nazi di bawah kepemimpinan Hitler. Dengan tegas, masih dalam Hidup Bersama, ia menyatakan: ”Hanya mereka yang bersuara membela kaum Yahudi boleh menyanyikan lagu Gregorian.” Itulah makna konkret ”milik Allah”.
Apakah kita merasa sebagai milik Allah? Jika ya, buktikanlah dengan cara memperhatikan orang lain! Itu berarti juga rekan sekerja di kantor kita.
Selamat bekerja,
Yoel M. Indrasmoro
Direktur Literatur Perkantas Nasional