(Pengkhotbah 12:9-11)
Dalam bagian akhir kitabnya, dalam ayat 9-10, penulis menyingkapkan jati dirinya: ”Selain Pengkhotbah berhikmat, ia mengajarkan juga kepada umat itu pengetahuan. Ia menimbang, menguji dan menyusun banyak amsal. Pengkhotbah berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan dan menulis kata-kata kebenaran secara jujur.”
Menarik disimak, sang pemikir tak sekadar berhikmat, namun berupaya untuk mengajarkannya. Tampaknya, dia merupakan tipe orang yang menyadari bahwa setiap orang yang berhikmat wajib menularkan hikmat itu kepada orang lain. Dengan kata lain, orang berhikmat tak boleh hidup hanya untuk dirinya sendiri agar semakin banyak jumlah orang berhikmat. Dan akhirnya bumi penuh dengan hikmat Allah.
Menjadi guru memang bukan persoalan sederhana. Pertama, seorang guru perlu punya mental berbagi. Tentu dalam hal ini berbagi ilmu. Guru dipanggil untuk tak pelit dengan ilmunya. Bahkan semestinya dia siap—dan berani berharap—bahwa naradidik mereka akan lebih pandai dari gurunya.
Kedua, seorang guru perlu punya daya tahan. Dia tidak boleh patah, apalagi menyerah jika mendapati para muridnya sulit, atau malah, enggan berubah. Dia harus punya keyakinan bahwa perubahan itu mungkin. Usaha ini butuh energi besar. Itu hanya mungkin terjadi jika seorang guru mau berbagi hidup dengan muridnya.
Bahkan, ini juga menarik disimak, sang pemikir tak sekadar berhikmat, memanggil dirinya sebagai guru, tetapi dia juga mau menuliskan pemikirannya. Dia agaknya sadar, tulisan berdampak besar dan luas. Tulisan tidak dibatasi oleh dinding-dinding kelas. Itu berarti dia akan banyak memiliki murid informal.
Dan dia menuliskan semuanya dengan jujur. Tak ada yang dipermanis. Perkataannya seperti tongkat gembala atau paku. Dia tidak merasa perlu menjadi populer, namun ingin memberikan yang baik kepada setiap pembacanya. Mengapa? Sebab ia sungguh mengasihi pembacanya. Berbahagialah kita—orang percaya abad XXI—yang diberi kesempatan merenungkan kembali karya tulisnya setiap hari pada masa pandemi.
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional
Foto: Istimewa