Posted on Tinggalkan komentar

Siapakah yang Diselamatkan

(Luk. 13:22-30)

”Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.” Demikianlah catatan Lukas. Sang Guru ditampilkan, dan memang itulah kenyataannya, sebagai pribadi yang tak pernah diam. Dia berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa.

Menarik disimak, Lukas menyatakan bahwa Yesus berkeliling sembari mengajar. Tentu saja ada praktik penyembuhan di sana sini. Namun, di mata Lukas, praktik penyembuhan itu tidak di luar konteks pengajaran-Nya. Dia mengajar melalui praktik penyembuhan.

Berkait ajaran, standar Yesus memang tinggi. Dia mengkritik para ahli Taurat dan orang Farisi yang mencoba melaksanakan perintah Taurat secara ketat. Yesus menekankan pentingnya memahami alasan mendasar di balik perintah Taurat. Jadi tidak sekadar melaksanakan Taurat.

Bisa dimaklumi ketika seorang berkomentar, ”Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Ada nada pesimis berkait dengan orang yang diselamatkan? Bagaimanapun pengajaran Yesus sangat radikal, standar-Nya ketat, sehingga hanya sedikit yang akan bertahan.

Menariknya, Sang Guru tidak mengiyakan kepesimisan itu. Dia menekankan: ”Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetuk-ngetuk pintu sambil berkata, ’Tuan, bukakanlah pintu bagi kami!’ dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu, ’Aku tidak tahu dari mana kamu datang.’”

Berjuang. Demikianlah pesan Yesus. Berjuang menjadi kata kunci karena banyak orang berusaha masuk, namun tidak dapat! Dan jangan sampai terlambat! Karena ada masanya pintu akan ditutup! Jika pintu sudah ditutup, jumlah bukan hal penting lagi, melainkan siapa yang diselamatkan.

Persoalannya, ada banyak orang yang yakin bahwa mereka layak masuk karena telah makan dan minum dengan tuan rumah. Makan dan minum merupakan tanda persahabatan. Namun demikian, di mata tuan rumah, makan dan minum tidak berarti bahwa mereka hidup sepola dengan tuan rumah.

Itulah yang penting dalam Kerajaan Allah. Bukan seberapa dekat kita dengan Allah, tetapi apakah kita hidup sepola dengan kehidupan Allah. Apakah pola Kerajaan Allah yang kita kembangkan dalam hidup?

Meskipun pintunya sempit dan sesak, tetap saja ada orang yang selamat. Dan itu bukan hanya usaha sendiri, tetapi sungguh anugerah Allah! Karena itu, jangan fokus pada sempitnya pintu, mari kita berjuang untuk tetap hidup dalam pola Kerajaan Allah! Hidup sebagaimana Yesus hidup lebih penting dari karunia mukjizat apa pun!

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *