Posted on Tinggalkan komentar

Perumpamaan Domba yang Hilang

(Luk. 15:4-7)

“Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?”

Demikianlah perumpamaan Yesus tentang domba yang hilang. Pertanyaannya: Mengapa Allah begitu peduli dengan yang satu ekor itu? Baiklah kita ingat bahwa 100=10×10. Di kalangan Yahudi, angka 10 melambangkan keutuhan. Jadi, hilangnya seekor domba menjadikan kawanan itu tidak utuh lagi. Allah mencari yang satu itu agar keutuhan itu kembali.

Sebagai Gembala, Allah bukan pribadi cuek. Dia tahu tabiat domba yang lebih suka mencari jalannya sendiri. Dia tahu adat domba yang tak mau diatur dan menganggap dirinya selalu benar. Namun, Dia juga tahu bahwa domba merupakan hewan ringkih, yang akan mati kelaparan atau diterkam serigala jika tidak segera ditemukan. Karena itu, Allah sengaja meninggalkan kawanan domba untuk mencari domba itu hingga dapat. Pertobatan manusia merupakan harapan Allah yang utama.

Mungkin kita perlu bertanya juga: Mengapa Allah lebih menyukai pertobatan manusia? Bukankah Dia, Yang Mahakuasa, tidak akan kekurangan apa pun, seandainya satu orang binasa? Apa bedanya satu orang dibanding dengan 99 orang? Bukankah Dia dapat mengabaikannya?

Itulah logika manusia. Logika manusia bicara soal persentase. Bukankah hanya satu persen yang hilang? Toh, masih ada 99 persen. Itulah jika kita menggunakan logika manusia. Dalam logika Allah, satu persen itu menjadi signifikan—penting dan bermakna—karena Allah yang sempurna senantiasa ingin kesempurnaan umat-Nya. Memang cuma satu persen. Akan tetapi, tanpa yang satu persen itu, tak pernah akan mencapai kesempurnaan: 100 persen.

Allah beda dengan manusia! Dia adalah Pribadi yang mencari. Dia tidak merasa nyaman dengan 99 domba yang ada dalam kandang. Hatinya belum merasa lega kalau belum menemukan yang satu itu. Manusia mungkin akan berkata, ”Cuma satu, ngapain repot-repot!” Akan tetapi, Allah berkata, ”Satu memang, tetapi Aku mengasihinya.” Kasih adalah satu-satunya alasan yang mungkin bisa dipahami manusia.

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *