Posted on Tinggalkan komentar

Pemulihan Ayub

(Ayb. 42:10-17)

Kitab Ayub ditutup dengan sebuah kalimat ini: ”Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur.” Ayub meninggal bukan dalam keadaan sebagai korban bencana yang menimpanya, tetapi sebagai pribadi yang dipulihkan—dipulihkan kesehatannya, dipulihkan persahabatannya dengan tiga orang sahabatnya, dipulihkan hubungan dengan keluarga besarnya, dipulihkan hartanya, juga dipulihkan keturunannya. Itu berarti hubungan dengan istrinya pun pulih.

Menarik disimak, penulis kitab merasa perlu menyatakan bahwa Ayub mempunyai tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Tak ada yang kita ketahui tentang nama anak laki-lakinya, tetapi penulis merasa perlu menjabarkan nama anak perempuannya, yang melambangkan kecantikan mereka: Yemima berarti merpati, Kezia berarti wewangian yang berharga, dan Kerenhapukh berarti kendi yang indah.

Namun demikian, yang tak boleh kita lupakan adalah Allah memulihkan hubungan-Nya dengan Ayub. Sehingga laki-laki dari tanah Us itu mengalami pembaruan. Kelihatannya, perkataan Ayub—”Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu”—merupakan dasar dari segala pemulihannya.

Menurut Michael D. Guinan, kata ungkapan Ibrani ”menyesal” bukan pertama-tama mengakui kedosaan, melainkan mengubah pikiran. Konsep Ayub mengenai Allah diperbarui. Penderitaan yang dialaminya bukanlah akibat dosa, namun Ayub juga tak mungkin menyatakan dirinya benar dan saleh semata. Penilaian kebenaran dan kesalehan manusia ada dalam kuasa mutlak Allah. Bagian manusia adalah terus berupaya hidup baik, bukan agar mendapatkan perkenan Allah, tetapi karena Allah telah terlebih dahulu berkenan kepada manusia.

Itu jugalah yang digemakan Paulus adalam surat pastoralnya kepada warga jemaat Roma dalam Roma 12:1-2, Bahasa Indonesia Masa Kini: ”Saudara-saudara! Allah sangat baik kepada kita. Itu sebabnya saya minta dengan sangat supaya kalian mempersembahkan dirimu sebagai suatu kurban hidup yang khusus untuk Allah dan yang menyenangkan hati-Nya. Ibadatmu kepada Allah seharusnya demikian. Janganlah ikuti norma-norma dunia ini. Biarkan Allah membuat pribadimu menjadi baru, supaya kalian berubah. Dengan demikian kalian sanggup mengetahui kemauan Allah—yaitu apa yang baik dan yang menyenangkan hati-Nya dan yang sempurna.”

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *