(Luk. 23:1-2)
”Lalu bangkitlah seluruh sidang itu dan Yesus dibawa menghadap Pilatus. Mereka mulai menuduh Dia, katanya, “Kami mendapati bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami, dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang diri-Nya Ia mengatakan bahwa Dialah Kristus, yaitu Raja.”
Demikianlah tindakan Mahkamah Agama. Mereka telah mengambil keputusan, namun mereka tak mau mengotori tangan mereka sendiri. Mereka meminjam tangan orang lain. Ungkapan Jawanya: ”nabok njilih tangan”. Ya, mereka meminjam tangan orang lain untuk menghukum Yesus. Dan tangan yang dipinjam adalah Pilatus.
Ada tiga tuduhan yang disematkan kepada Yesus Sang Pesakitan. Pertama: Yesus dianggap menyesatkan umat Israel. Di mata para pemimpin agama, Yesus, dengan ajaran-Nya, telah membuat orang Israel bingung. Dan lebih bingung lagi karena sikap dan tindakan Yesus memang tanpa pamrih. Itu sungguh berbeda dengan para pemimpin agama saat itu.
Sebagai pengajar Yesus pun sungguh berwibawa dan ajarannya langsung ke inti persoalan. Misalnya: saat mengatakan bahwa Hukum Taurat adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya, Dia mengajak umat Israel untuk tidak dibebani Hukum Taurat. Jelas, Yesus tidak bertumpu pada teks-teks mati.
Kedua, berkait pembayaran pajak. Perkataan Yesus ”Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” agaknya telah diputarbalikkan. Justru dengan perkataan itu Yesus hendak menegaskan pentingnya menaati pemerintah. Dan mampu membedakan antara panggilan sebagai warga negara dan warga Kerajaan Allah.
Ketiga, dengan sengaja anggota Mahkamah Agama menyatakan bahwa Yesus menganggap diri-Nya Kristus atau Mesias. Itu berarti Dia telah merencanakan tindakan makar terhadap Pemerintah Romawi.
Ketiga alasan ini menjadi bekal bagi mereka untuk membunuh Yesus. Sayangnya mereka tidak mau memikul tanggung jawab sendirian. Mereka lebih suka memakai tangan orang lain.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional