”Terjagalah! Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! Janganlah membuang kami terus-menerus! Mengapa Engkau menyembunyikan wajah-Mu dan melupakan penindasan dan impitan terhadap kami?” (Mzm. 44:24-25). Demikianlah permohonan pemazmur kepada Allah.
Kalimatnya lugas, tanpa basa-basi, dan penuh pengharapan kepada Allah. Pemazmur ingin Allah bertindak. Dalam ayat 27, BIMK, pemazmur berseru, ”Bangkitlah dan datanglah menolong kami, selamatkanlah kami karena kasih-Mu.” Pemazmur mendasarkan pengharapannya pada kasih Allah sendiri. Dia tidak mengandalkan kebaikannya, tetapi semata mengandalkan kasih Allah.
Mungkin, itu pulalah sebabnya pemazmur pada ayat 18-19 menetapkan hati: ”Semuanya ini telah menimpa kami, tetapi kami tidak melupakan Engkau, dan tidak mengkhianati perjanjian-Mu. Hati kami tidak membangkang dan langkah kami tidak menyimpang dari jalan-Mu, walaupun Engkau telah meremukkan kami di tempat serigala, dan menyelimuti kami dengan kekelaman.”
Pemazmur agaknya tidak menampik bahwa dia merasa capek berharap, tetapi dia tidak mau meninggalkan Allah. Pemazmur juga tidak mau melanggar hukum-hukum Allah, meski mungkin dia juga merasa bingung mengapa Allah mengizinkan yang buruk menimpa dirinya.
Pada titik ini kita perlu belajar dari pemazmur—juga di tengah pandemi Covid-19—untuk tidak goyah, memercayakan diri kepada Allah, dan menaati perintah-perintah-Nya. Sebab Dia Tuhan, dan kita adalah umat milik-Nya sendiri. Masak, hamba membelakangi Tuannya?
SMaNGaT,
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional