(Luk. 6:46-49)
Kekuatan sebuah rumah sangat ditentukan oleh fondasinya. Meski dinding-dinding bangunan tersebut terbuat dari batu bata pilihan, tidak akan banyak manfaatnya, manakala fondasinya rapuh.
Demikianlah Sang Guru berkisah: ada dua orang yang membangun rumahnya di atas dasar berbeda. Yang pertama membangun rumahnya di atas batu, sedangkan yang kedua membangun rumahnya di atas tanah tanpa dasar. Jika tidak ada hujan dan banjir, serta angin melanda, tentulah kedua rumah itu masih tegak berdiri. Namun tatkala bencana alam menerpa, hancurlah rumah yang didirikan di atas tanah tanpa dasar.
Kita dapat membayangkan bahwa membangun rumah tanpa dasar tentulah lebih cepat dan mudah. Namun, apalah artinya jika tidak ada kepastian sampai kapan kita dapat berlindung di dalamnya.
Rumah menyimbolkan kehidupan. Yang untuknya diperlukan juga sebuah fondasi yang kokoh. Kita tidak mungkin mengharapkan jalan kehidupan kita di dunia ini akan berlangsung dengan aman-aman saja. Kita juga tidak pernah tahu, kapan prahara kehidupan itu muncul. Meski demikian, semuanya itu dapat diantisipasi dengan fondasi kokoh yang kita miliki. Dan fondasi kokoh itu adalah melakukan firman Allah.
Melakukan firman Allah itu logis. Sebab Allah, Sang Pencipta, tak hanya ingin didengar. Dia berfirman agar kita melakukan titah-Nya. Sebenarnya, aneh juga sih, jika kita hanya mendengarkan, namun tidak melakukannya. Itu sama saja dengan tidak menghargai-Nya.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional