Posted on Tinggalkan komentar

Menabur Benih

(Pengkhotbah 11:6)

Berkait usaha, dalam ayat 6, sang pemikir—dengan menggunakan ilustrasi dari dunia pertanian—menasihati: ”Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik.”

Tak ada orang yang ingin usahanya gagal. Pada titik ini nasihat sang pemikir bisa menjadi jalan keluar. Dia mengajak orang yang berusaha untuk melakukan antisipasi.

Memang berkait pertumbuhan benih, tidak seorang pun yang bisa memastikan. Karena itulah sang pemikir memberikan nasihat untuk tidak menabur pada pagi hari saja. Dia mengajak untuk menabur pada petang hari. Alasannya sederhana, petani itu tidak bisa memastikan mana yang akan tumbuh baik, yang ditabur pada pagi hari atau sore hari, atau keduanya sama-sama tumbuh baik.

Apakah itu berarti ngoyo? Sepertinya tidak. Tampak ngoyo seandainya petani tersebut menabur benihnya tiga kali: pagi, siang, dan petang. Selain sungguh-sungguh melelahkan, maka menabur benih pada siang hari bisa jadi sia-sia mengingat suhu yang terlalu tinggi. Kalau menaburnya pada malam hari, pasti perlu ada biaya tambahan untuk lampu.

Kelihatannya, sang pemikir sedang berbicara juga soal meminimalkan risiko. Risiko gagal selalu ada. Karena itu, kita perlu mengurangi risiko tersebut. Kalau gagal juga. Kita bisa mengatakan, itu memang sudah kehendak Tuhan.

SMaNGaT,

Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional

Foto: Syd Wachs

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *