(Ayb. 35:1-16)
“Inikah yang kauanggap adil dan yang kausebut: kebenaranku di hadapan Allah, kalau engkau bertanya: Apakah gunanya bagiku? Apakah kelebihanku bila aku berbuat dosa? Akulah yang akan memberi jawab kepadamu dan kepada sahabat-sahabatmu bersama-sama dengan engkau: Arahkan pandanganmu ke langit dan lihatlah, perhatikanlah awan-awan yang lebih tinggi dari padamu!” (Ayb. 35:2-5).
Demikianlah cara Elihu menegur Ayub. Dalam pemahaman Elihu: tak ada manusia yang benar di hadapan Allah. Kebenaran Allah tentulah mengatasi apa pun. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Ayub, engkau keliru jika menyangka bahwa di mata Allah engkau tak bersalah. Engkau khilaf jika bertanya, apa pengaruh dosamu terhadap-Nya; dan keuntungan apa yang kauterima kalau engkau tidak berbuat dosa.” Elihu menegaskan tidak seorang pun berhak mengatakan dirinya benar.
Selanjutnya Elihu menegaskan bahwa tak ada untungnya sedikit pun bagi Allah jika manusia berbuat baik atau jahat. Elihu dalam ayat 6-8 Alkitab Bahasa Indonesia menyatakan: ”Jika engkau berdosa, Allah tidak akan rugi. Jika salahmu banyak, Ia tak terpengaruhi. Dengan berbuat baik, Allah tidak kaubantu. Sungguh, Ia tak memerlukan apa pun darimu. Hanya sesamamu yang dirugikan oleh dosa-dosamu. Dia juga yang beruntung oleh kebaikanmu.”
Dengan kata lain, Elihu mengatakan bahwa tidak selayaknya Ayub sombong di hadapan Allah dan bicara tanpa pengertian.
Apa yang dikatakan Elihu ada benarnya, namun tidak seluruhnya benar. Untuk kasus Ayub, yang tak boleh kita, para pembaca abad XXI, lupa adalah bahwa Allah sendirilah yang menyatakan bahwa Ayub benar. Dengan lain perkataan Allahlah yang menganggap Ayub benar. Jika Ayub sepertinya membenarkan dirinya sendiri, bisa jadi karena begitu beratlah bencana yang menimpa dirinya.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional