(Ayb. 31:13-15)
”Jikalau aku mengabaikan hak budakku laki-laki atau perempuan, ketika mereka beperkara dengan aku, apakah dayaku, kalau Allah bangkit berdiri; kalau Ia mengadakan pengusutan, apakah jawabku kepada-Nya? Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?”
Berkait dengan budak-budak yang dimilikinya Ayub menegaskan bahwa dia tidak pernah mengabaikan hak mereka. Menarik disimak, konsep Ayub terhadap budak sepertinya berbeda dari konsep budak pada umumnya. Pada masa itu budak-budak sejatinya tak punya hak. Yang ada pada mereka hanyalah kewajiban. Dan Ayub menetapkan dirinya untuk tidak mengabaikan hak budak laki-laki dan perempuan.
Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Ketika hambaku mengeluh karena haknya kusalahi, kudengarkan dia dan kuperlakukan dengan tulus hati. Jika tidak, bagaimana harus kuhadapi Allahku? Apa jawabku pada waktu Ia datang menghakimi aku? Bukankah Allah yang menciptakan aku, menciptakan juga hamba-hambaku itu?”
Jelas di sini, bahwa seorang tuan pun tak luput dari kesalahan. Ketika itu terjadi, yang penting bukanlah kekeh pada pemikiran dan pendapat pribadi, tetapi mencoba memperhatikan apa yang menjadi keluhan seorang budak. Alasan Ayub melakukan semuanya itu sederhana: dia dan para budaknya adalah sama-sama ciptaan Allah. Sejatinya baik budak maupun tuan adalah sama—sama-sama milik Allah. Tak menghargai budak sama artinya dengan tidak menghargai Allah!
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional