(Luk. 12:4-7)
”Bukankah lima ekor burung pipit dijual seharga dua keping uang terkecil? Sungguh pun demikian tidak seekor pun yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu, jangan takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit.”
Demikianlah cara Yesus menguatkan para murid-Nya. Sebelumnya, Sang Guru menegaskan bahwa para murid tak perlu takut kepada siapa pun, kecuali Allah sendiri. Allah satu-satunya pribadi yang berhak menerima rasa takut kita. Namun demikian, Allah, yang berhak menerima rasa takut kita pun, sejatinya adalah pribadi yang peduli dengan kita. Dan itu jugalah alasan untuk tidak takut.
Yang dimaksud burung pipit di sini adalah segala jenis burung kecil yang dapat dimakan, yang biasanya dikonsumsi orang-orang miskin pada waktu itu. Sedangkan dua mata uang paling kecil, harfirahnya adalah dua assarion, yakni mata uang logam tembaga Romawi seharga 1/16 dinar. Satu dinar adalah upah harian seorang buruh. Jika disetarakan pada situasi masa kini, anggap saja upah harian tukang batu, Rp160 ribu; satu assarion setara dengan Rp10 ribu. Jadi, harga burung pipit itu adalah Rp4 ribu.
Meski harganya cuma empat ribu perak, Sang Guru menekankan bahwa Allah tak pernah melupakannya. Dan selanjutnya Dia berkata, ”Janganlah takut; kalian jauh lebih berharga daripada burung-burung pipit.
Ya, kita, pengikut Kristus, memang jauh lebih berharga daripada burung pipit. Buktinya: Yesus mau menanggung upah kesalahan kita dalam kematian-Nya di kayu salib. Dan kebangkitan-Nya pada Hari Minggu Paskah menegaskan bahwa kematian Yesus sungguh bermakna.
Kebangkitan Kristus semestinya menjadi modal utama dalam hidup kita. Dia ada untuk kita.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional