(Luk. 11:2-4)
”Jawab Yesus kepada mereka, ’Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa-dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.’”
Catatan Lukas tentang doa yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya tidaklah selengkap Matius. Sangat pendek. Namun, sebagaimana Matius, Lukas juga menekankan hubungan pribadi antara manusia dan Allah. Sapaan ”Bapa” memperlihatkan dengan jelas hubungan pribadi itu. Serentak dengan itu, setiap orang yang menyapa-Nya, menempatkan diri sebagai anak.
Hubungan Bapa-anak bukanlah tanpa konsekuensi. Anak-anak haruslah memperlihatkan bahwa dirinya layak mendapatkan predikat itu. Dengan kata lain, anak-anak harus hidup kudus sebagaimana Bapa kudus. Jika kita menyatakan ”Dikuduskanlah nama-Mu”; itu berarti adanya kesediaan diri untuk hidup kudus. Jika tidak, doa tersebut hanya kumpulan kata tanpa makna. Lebih parah lagi, orang-orang yang mendengarkannya akan heran atau malah menertawakan kita.
Tak hanya itu, Yesus mengajak murid-Nya untuk menyatakan ketaklukkan penuh kepada Bapa. Ungkapan ”datanglah kerajaan-Mu” merupakan kesediaan kita untuk menjadikan kehendak Bapa sebagai hal utama. Sebab, Dialah Raja; kitalah hamba. Itu berarti ungkapan ”Jadilah kehendak-Mu”, yang sering dipanjatkan bukanlah sekadar formula, tetapi sungguh-sungguh dasar doa itu sendiri.
Jadi, doa bukanlah sarana pemuasan keinginan manusia. Tak heran, jika Yesus kemudian mengajar para murid untuk memohon campur tangan Allah dalam dua kebutuhan dasar manusia: jasmani dan rohani—makanan dan pengampunan.
Perhatikanlah, doa yang diajarkan Yesus memang bukanlah untuk pemuasan hidup manusia. Namun, merupakan kebutuhan primer manusia. Baik rejeki maupun pengampunan merupakan kebutuhan utama manusia.
Lalu, bagaimana dengan permohonan ”dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan”. Ya, ini memang permohonan. Paus Fransiskus memang pernah mengusulkan revisi karena kerahiman Allah tak mungkin membawa manusia ke dalam pencobaan.
Menarik disimak, dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Dan janganlah membiarkan kami kehilangan percaya pada waktu kami dicobai.” Pencobaan itu berasal dari Iblis dan atas seizin Allah. Nah, kita perlu memohon kepada Allah agar tidak membiarkan kita kehilangan iman. Sebab daging itu lemah.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional