(Ayb. 34:16-30)
”Dapatkah pembenci keadilan memegang kekuasaan, dan apakah engkau mau mempersalahkan Dia yang adil dan perkasa, Dia yang berfirman kepada raja: Hai, orang dursila, kepada para bangsawan: Hai, orang fasik; Dia yang tidak memihak kepada para pembesar, dan tidak mengutamakan orang yang terkemuka dari pada orang kecil, karena mereka sekalian adalah buatan tangan-Nya?” (Ayb. 34:17-19).
Gaya bahasa retorik dalam Alkitab Terjemahan Baru agak sulit dipahami. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini tertera: ”Apakah Allah yang adil dan perkasa itu kaupersalahkan? Apakah pada sangkamu Allah membenci keadilan? Allah menghukum raja dan penguasa bila mereka jahat dan durhaka. Ia tidak memihak kepada para raja, atau mengutamakan orang kaya daripada orang papa. Karena mereka semua adalah ciptaan-Nya.”
Sekali lagi, Elihu menyatakan bahwa Allah itu adil. Mustahil bagi Allah membenci keadilan. Semua orang sama di mata Allah—sama-sama ciptaan. Sehingga Elihu merasa aneh jika ada orang yang menganggap bahwa Allah itu tidak adil.
Sebab—ini juga alasan Elihu—di mata Allah semua serbaterbuka, dan tak ada yang tersembunyi. ”Jadi,” tegas Elihu selanjutnya dalam ayat 25, ”Ia mengetahui perbuatan mereka, dan menggulingkan mereka di waktu malam, sehingga mereka hancur lebur.”
Nah, pada titik ini Elihu tampaknya sependapat dengan ketiga sahabatnya bahwa ada sesuatu persoalan antara Ayub dengan Allah, sehingga Ayub tertimpa bencana demi bencana.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional