Posted on Tinggalkan komentar

Perselisihan Kasih

Tak ada keluarga yang bebas konflik. Kita punya peribahasa: ”Rambut sama hitam, pendapat berbeda.” Dan konflik—Ajith Fernando menyebutnya ”perselisihan kasih” dalam buku Aku dan Seisi Rumahku—perlu dikelola dengan baik berdasarkan Efesus 4:25-27.

Pertama, baik suami maupun istri harus bersikap jujur. Menurut Ajith, manusia biasa tergoda berbohong untuk menghindari konfrontasi. Memang bisa dihindari, tetapi itu tidak sehat dalam perkawinan. ”Biasanya luka yang belum sembuh,” jelas Ajith, ”akan membuka konfrontasi yang lebih tidak menyenangkan dibandingkan jika hal tersebut langsung diselesaikan dari awal.”

Kedua, boleh marah, tetapi tidak berbuat dosa. Menurut Ajith, jangan sekali-kali menggunakan frasa ”tidak pernah” atau ”selalu” Misalnya: ”Kamu tidak pernah menolong saya.” Atau ”Kamu selalu menyakiti saya.”

Ketiga, janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu. Jangan pernah menyerah untuk menyelesaikan persoalan. Lebih baik pergi ke kantor dengan mata merah akibat kurang tidur, namun bisa menikmati kebebasan karena telah menyelesaikan masalah dengan orang yang paling penting dalam hidup kita.

Keempat, jangan berikan kesempatan kepada Iblis. Ajith, mengutip buku Hurt People Hurt People, menyatakan: ”Orang yang terluka mengambil tindakan akibat luka tersebut dan berakhir dengan menyakiti orang lain.” Bisa jadi dalam sebuah konflik kita berada di pihak yang benar, namun jangan sampai kita menyakiti pasangan hidup kita.

Ujung dari semua perselisihan kasih itu bukanlah kalah atau menang, tetapi kesatuan perkawinan. Dan semuanya dimulai dengan keberanian meminta maaf terlebih dahulu.

Selamat mencoba!

Yoel M. Indrasmoro

Literatur Perkantas Nasional

Bagikan:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *