(Luk. 7:11-17)
Dua rombongan bertemu. Rombongan yang satu penuh sukacita karena baru saja menyaksikan kisah penyembuhan hamba seorang perwira, rombongan yang lain penuh dukacita karena mengantar mayat seorang anak laki-laki untuk dikuburkan. Bukan anak laki-laki biasa, dia adalah anak tunggal dari seorang janda. Kehilangan anak tunggal berarti juga kehilangan topangan hidup. Dan jangan lupa, dalam budaya Yahudi berarti garis keturunannya sudah putus. Tak ada lagi anak.
Yesus, yang menyaksikan semuanya itu, tergerak hatinya oleh belas kasihan. Berkait hal ini catatan Stefan Leks menarik disimak: ”Kata Yunani yang dipakai di sini, yaitu splankhnizesthai, sesungguhnya mengacu kepada emosi yang begitu kuat sehingga mengguncangkan manusia secara fisik, terutama di bagian usus-ususnya. Namun, selain emosi autentik, iba Yesus ini menunjukkan pula kesadaran-Nya akan peranan-Nya sebagai Mesias: Ia datang kepada manusia untuk menyatakan kasih Allah yang sering ditampilkan dalam Perjanjian Lama.
Yesus sungguh memahami apa artinya kematian dan dampak yang ditimbulkannya. Berkait janda itu, jelaslah dia tak lagi punya pegangan hidup. Dan tak berhenti di situ, Yesus melakukan sesuatu. Alhasil: anak itu bangkit dari kematian.
Pada titik ini Yesus sedang memperlihatkan wajah Allah kepada janda tersebut. Yesus membangkitkan anak tersebut. Yesus memberikan kehidupan. Kedua rombongan itu menjadi takut dan mulai memuji Allah. Mereka pun berkata satu sama lain: ”Seorang Nabi besar sudah muncul di tengah-tengah kita. Allah telah datang dan menolong umat-Nya.” Kedua rombongan itu pun larut dalam sukacita.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional