(Ayb. 31:24-28)
”Jikalau aku menaruh kepercayaan kepada emas, dan berkata kepada kencana: Engkaulah kepercayaanku; jikalau aku bersukacita, karena kekayaanku besar dan karena tanganku memperoleh harta benda yang berlimpah-limpah; jikalau aku pernah memandang matahari, ketika ia bersinar, dan bulan, yang beredar dengan indahnya, sehingga diam-diam hatiku terpikat, dan menyampaikan kecupan tangan kepadanya, maka hal itu juga menjadi kejahatan yang patut dihukum oleh hakim, karena Allah yang di atas telah kuingkari.
Dalam bagian ini Ayub menegaskan komitmennya untuk tidak memercayakan dirinya pada harta, juga matahari. Ini kadang menjadi persoalan besar manusia. Manusia yang hadir ke dunia tanpa membawa apa-apa merasa perlu mengumpulkan sesuatu dan akhirnya malah mengandalkannya. Manusia akhirnya merasa aman karena percaya tak lagi akan mengalami kekurangan. Bagi Ayub itu merupakan kejahatan.
Menarik disimak bahwa Ayub merasa perlu menyinggung matahari. Matahari merupakan sumber energi terbesar dalam kehidupan manusia. Salah satu definisi ”pertanian” adalah pemanenan energi surya. Tanpa matahari kehidupan akan berhenti. Mudah dipahami banyak manusia mendewakan matahari. Sebab tanpanya kehidupan menjadi lumpuh. Namun demikian, Ayub juga menyatakan bahwa mengidolakan matahari pun merupakan kejahatan.
Bagi Ayub Allahlah yang semestinya mendapatkan kepercayaan dan hormat manusiawi. Mengapa? Baik emas, harta milik, maupun matahari cuma ciptaan Allah. Aneh rasanya lebih menghargai ciptaan ketimbang penciptanya.
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional