”Aku milikmu, Yesus, Tuhanku; kudengar suara-Mu. ’Ku merindukan datang mendekat dan diraih oleh-Mu.”
Demikianlah syair Fanny Crosby yang terekam dalam Kidung Jemaat 362:1. Tampaknya, bagi Fanny Crosby merasa dimiliki merupakan hal penting dalam hidupnya. Sejatinya, itu pulalah modal utama setiap Kristen. Kita ada yang punya. Dan yang punya adalah Tuhan sendiri.
Rasa dimiliki itulah yang membuat Fanny rindu mendekat kepada Allah. Persekutuan dengan Allah menjadi hal utama, karena hanya dengan cara demikianlah kita dapat sungguh-sungguh mengalami Allah.
Dalam bukunya Mengasihi Yang Mahakudus, A.W. Tozer menekankan bahwa, ”Rahasia besar kehidupan kristiani adalah dapat mulai mengalami Allah sebagaimana Dia menginginkan saya untuk mengalami-Nya. Sukacita terbesar Allah adalah membawa saya ke dalam hadirat-Nya.”
Dengan kata lain, Allah ingin bersekutu dengan manusia. Allah ingin manusia mengalami-Nya. Dan hanya dengan itu, menurut Tozer, ”Kita mulai dapat melihat sebagaimana adanya Dia—bukan karikatur seperti yang seseorang gambarkan untuk menjelaskan kepada saya.”
Persoalan terbesarnya, lagi-lagi menurut Tozer, ”Kita hanya punya orang-orang Kristen teologis di gereja saat ini, bukan orang Kristen yang memiliki kerohanian yang mendalam. Kita mempunyai pengetahuan yang hebat tentang Alkitab…, tetapi tidak lebih dari itu.” Yang akhirnya membawa manusia menuju perasaan akan ketiadaan Allah—kekosongan rohani.
Tentu saja, persekutuan dengan Allah bukanlah upaya manusia semata. Semua itu dimulai dari Allah sendiri dalam karyanya—penebusan, pembenaran, dan kelahiran kembali. Kelahiran kembali itulah membawa sifat Allah ke dalam diri kita. Dan semuanya sungguh hanya anugerah-Nya.
Fanny Crosby sungguh memahaminya. Meski dia rindu datang ke hadirat Allah, dia masih memohon dalam refreinnya: ”Raih daku dan dekatkanlah pada kaki salib-Mu. Raih daku raih dan dekatkanlah ke sisi-Mu, Tuhanku.”
Yoel M. Indrasmoro
Literatur Perkantas Nasional